Form Pendaftaran Anggota Gema Pembebasan

Ini adalah form pendaftaran secara online. Isilah form ini, jika Anda ingin jadi anggota Gema Pembebasan di Universitas Negeri Malang (UM). Bergabunglah bersama kami, wahai mahasiswa UM. Bersama kita tingkatkan kualitas dan kuantitas insan muslim yang sebenarnya.
     
   




 
   
     

Yahoo! News: World News

Media Indonesia

Voice of New Generation

Syariah

Friday, December 22, 2006

PERKEMBANGAN KONTEMPORER SEBAGAI BAHAN INTROSPEKSI GEMA PEMBEBASAN PERIODE 2006

Perkembangan tersebut, antara lain:
1. Munculnya ICMI Muda

MUKTAMAR Ke I ICMI MUDADipublikasikan: 11/04/2006 23:39:05
KAMMI.or.id - ICMI MUDA merupakan organisasi kepemudaan yang independent, namun berada di bawah payung besar ICMI.
ICMI MUDA merupakan organisasi kepemudaan yang independent, namun berada di bawah payung besar ICMI, dan telah mendapat restu dari Prof DR BJ Habibie (Pendiri ICMI) dan DR Marwah Daud (Ketua ICMI Pusat saat ini) pada tanggal 5 Desember 2005, sebentar lagi akan melaksanakan Muktamar ke-I, dan ini merupakan sebuah sejarah yang menambah warna dan khasanah organisasi muda di Indonesia, banyak harapan yang bermunculan, seiring dengan munculnya organisasi yang merupakan perwajahan kaum cendikiawan muda Indonesia. Jelasnya semua ini akan menjadi salah satu wajiha untuk kita memperbaiki umat ini, maka buat ikhwah di seluruh Indonesia ana mengajak untuk ambil bagian pada momentum awal pembentukan ICMI Muda di daerah masing-masing. Allahu Akbar!Anwar (Ketua KAMMI daerah SULSEL 2005-2007) Sekretaris II TIM KERJA NASIONAL (TIKnas) ICMI Muda Penanggung jawab pembentukan ICMI Muda Se-Indonesia
SYARAT PEMBENTUKAN ICMI MUDADipublikasikan: 11/04/2006 23:44:40
Cara Membuat ICMI MUDA di Daerah Yang pertama ana ingin jelaskan, saat ini telah terbentuk TIM Kerja Nasional (TIKnas) ICMI Muda yang merupakan Badan Pekerja (BP) sekaligus Panitia Pelaksana MUKTAMAR ICMI MUDA I, yang insya Allah akan dilaksanakan pada tanggal 21-23 Juni 2006, di Makassar, adapun kerja dari TiKnas Ini adalah menyiapkan seluruh kebutuhan muktamar termasuk pembentukan ICMI Muda di Seluruh Indonesia dengan pembagian sebagai berikut:
Deklarator Wilayah (Tingkat Propinsi) sama dengan TIKda (Tim Kerja Wilayah)
Deklarator Daerah (Tingkat Kabupaten) sama dengan TIKda (TIM kerja Daerah)
Deklarator KAMPUS (Tingkat Universitas) sama dengan TIKsus (Tim Kerja Khusus)
Deklarator Luar Negeri (Tingkat Internasional) sama dengan TIKlu (Tim kerja Luar Negeri)
Untuk masing-masing Deklarator akan diwakili oleh masing-masing 2 orang sebagai peserta penuh pada saat Muktamar I nantinya, khusus untuk TIKwil 3 orang.Adapun persyarakatan untuk deklarator:
Usia antara 25-45 tahun (kecuali sarjana bisa di bawah 25 tahun)
Membuat pertemuan untuk deklarasi (baiknya diliput media)
Jumlah peserta deklarasi 5-15 orang
Membuat berita acara dan latar belakang deklarasi ICMI Muda
Menyertakan absen peserta
Tidak perlu diketahui Pengurus Daerah ICMI, tapi kalau bisa sebaik diketahui
Paling lambat akhir April 2006 (makin cepat makin baik, karena yang pertama sampai konfirmasi dan suratnya ke TIKnas itu yang diakui)
Untuk informasi lebih lanjut hub (Anwar 081 342 92 5665)

2. Pornografi dan Pornoaksi

UKKI Tolak Pornografi
Oleh yons
Begitulah yel-yel aksi yang dipimpin oleh Faturazi, mahasiswa Fakultas Ekonomi yang juga aktivis UKKI. Sekitar 300-an massa dari Unit Kegiatan Kerohanian Unsoed (UKKI) mengadakan aksi menolak segala bentuk pornografi (5/3/2006). Mereka bergerak dari depan patung Jenderal Soedirman Unsoed pukul 08.00 WIB menuju alun-alun Purwokerto. Di sepanjang jalan orasi-orasi menolak pornografi dilontarkan. Sesampainya di alun-alun Purwokerto, mereka bergabung dengan berbagai elemen ormas Islam se-Purwokerto yang sepakat menolak pornografi seperti NU, Muhammadiyah, Al-Irsyah, Salimah dan beberapa gerakan mahasiswa Islam seperti KAMMI, IMM, dan PMII.
Mensikapi maraknya aksi pornografi itu, Achmad Syamsuri selaku Ketua Umum UKKI menyerukan kepada berbagai pihak untuk menyatukan kekuatan menghancurkan segala bentuk pornografi, diantaranya kepada:
(1) Ketua Pansus RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP), Drs Balkan Kaplale (Komisi VIII DPR RI) untuk mengesahkan rancangan Undang-Undang (RUU) Anti Pornografi dan Pornoaksi.(2) Badan Eksekutif untuk :
(a) Menghentikan peredaran media pornografi dan pornoaksi.(b) Menindak tegas pelaku dan pengedar pornografi dan pornoaksi.(c) Bersikap proaktif merespon keluhan dan pengaduan masyarakat.
(3) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) :
(a) Menghentikan segala bentuk tayangan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.(b) Mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran dan standar isi siaran masyarakat luas.(c) Tanggapan terhadap pengaduan masyarakat dan segera menindaklanjutinya.
(4) Lembaga Sensor Film (LSF)
Agar bersikap tegas dalam melakukan sensor isi tayangan film dan sinetron.(5) Organisasi Kemasyarakatan (Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama dll), Organisasi kemahasiswaan (LDK, BEM, KAMMI, HMI, PMII, dan lain sebagainya), pimpinan partai dan LSM agar bersama-sama mendukung Gerakan Nasional Anti Pornografi dan Pornoaksi.(6) Masyarakat, agar:
(a) Kritis, proaktif terhadap tayangan, bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoakasi dengan cara mengadukan kepada pihak-pihak yang berwenang (KPI, LSF, Stasiun Televisi dsb).
(b) Melindungi keluarga dari pengaruh media pornografi dan pornoaksi.
Aksi tolak pornografi itu berakhir pukul 11.00 WIB dan massa membubarkan diri dengan tertib ke sekretariat masing-masing. (SA)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Universitas Jenderal Soedirman
HR. Bunyamin No. 107 Purwokerto 53122, (0281) 635292, 635293, 635294.
RUU APP, SEBUAH UPAYA MEMERDEKAKAN SASTRADipublikasikan: 10/04/2006 23:04:31
KAMMI.or.id-Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) terus mengundang perdebatan dan reaksi antara yang pro dan kontra. Kaum agamawan, intelektual, dan akademisi yang menjadi pelopor dukungan terhadap pengesahan RUU APP dihadang oleh penolakan dari berbagai elemen seperti artis, aktivis perempuan, seniman, bahkan sastrawan.
Sebagian besar dari mereka yang menolak menganggap bahwa batasan dan rincian pasal tentang batasan pornografi dan pornoaksi dalam RUU itu berpotensi menghambat laku kehidupan masyarakat, khususnya bidang seni, budaya, dan olahraga. Selain itu, batasan yang lentur atau bias tentang pornografi-pornoaksi memungkinkan aparat dan masyarakat bertindak berdasarkan prasangka dan kecurigaan semata. Selain itu, ada yang menganggap bahwa RUU APP dibuat berdasarkan asumsi bahwa kaum perempuan adalah penyebab utama terjadinya kerusakan moral di Indonesia. Pada saat yang sama, RUU itu pun melecehkan kaum laki-laki di Indonesia.
Dalam dunia sastra, sejumlah pasal dalam RUU APP dinilai berpotensi menjadi alat pengekang, bahkan membunuh, kreativitas dan hak berpendapat warga negara yang dilindungi konstitusi. Sebagaimana yang terjadi di Surakarta. Para seniman Surakarta, menganggap bahwa pengesahan RUU APP menjadi undang-undang akan menghidupkan kembali tradisi pemberangusan karya-karya seni oleh pemerintah dengan dalih undang-undang. Benarkah demikian? Sebenarnya tidak. Sastra, seni, budaya, atau apapun namanya, tidak akan pernah bisa berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari sistem yang ada di masyarakat. Itu berarti bahwa tak ada sastra yang berdiri bebas tanpa batas. Ia akan selalu di batasi dengan norma-norma yang berlaku dan disesuaikan dengan budaya yang ada. Sebagai contoh, banyaknya karya sastra yang di dalamnya ada, bahkan sangat banyak, adegan syur diceritakan secara detail dan vulgar. Celakanya, karya sastra stensilan ini diangkat oleh pengarang perempuan yang mengaku sebagai kaum feminis sekaligus aktivis persaman gender. Padahal, sesungguhnya merekalah yang merupakan bagian dari pelecehan hak-hak wanita.
Hal ini pun telah ditegaskan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono ketika membuka acara Kemah Sastra 2005 di Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (23/4). Ia berharap tema sentral karya sastra Indonesia dapat mengangkat kaum perempuan sebagai subyek dan bukan hanya menjadikan mereka obyek yang dieksploitasi. Banyak ahli sastra yang perempuan dan itu harus didukung terus. Tapi, isi dari karya sastra jangan mengeksploitasi perempuan, terutama dalam hal seks. Harus mengangkat perempuan. Ia juga mengatakan, bukan berarti tema seks sama sekali tidak boleh muncul dalam suatu karya sastra. Namun, lanjutnya, bila sastrawan ingin mengangkat tema tersebut, salah satunya dapat dengan menceritakan bagaimana perempuan itu bisa menghindar dari pelecehan seksual.
Seorang wanita sudah seharusnya marah ketika bagian tertentu dari tubuh mereka dijadikan objek dalam karya sastra. Apakah hal tersebut bukan bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita. Karya sastra merupakan karya yang universal dan dapat memasuki seluruh elemen kehidupan manusia. Jadi, ketika hanya dengan alasan kebebasan berekspresi, apakah sedangkal itu pikiran seniman dan sastrawan kita? Apakah tidak ada hal lain yang lebih pantas untuk diangkat?
Simpul kata, dunia ini begitu luas. RUU APP merupakan sebuah langkah untuk memerdekakan sastra dari kedangkalan kreatifitas dan berpikir. (farhan_albanna)

3. Pendidikan Islam

Pendidikan adalah bagian yang sangat penting dalam perjalanan bangsa ini. Maka wajar, jika salah satu fokus kritik Gema Pembebasan adalah kepada institusi pendidikan dan sistem yang diberlakukannya.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dilakukan oleh negara melalui institusi tertentu dengan aqidah dan syariat Islam sebagai dasar kurikulumnya. Sehingga segala hal dalam sistem pendidikan yang bertentangan dua hal tersebut, bisa dipastikan akan dihapus atau ditiadakan oleh Negara Islam.
Namun, kebanyakan pendidikan di Indonesia tidak sesuai dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dan dapat dikaitkan dengan banyaknya (isu) pornografi dan pornoaksi, keterbelakangan teknologi yang dimiliki dunia Islam, tingginya masyarakat yang buta huruf dan drop out SD, mahalnya biaya pendidikan, sulitnya mencari dan membuka lapangan kerja, dan lain sebagainya.

4. Penguasaan Lembaga Intra Kampus dan Perguruan Tinggi
Gema Pembebasan (GP) seyogyanya memiliki kebebasan penuh bergerak di intra kampus dan menguasai lembaga intra kampus. Jika terdapat lembaga intra kampus yang dikuasai kader GP, maka haruslah dimanfaatkan seluasnya untuk mahasiswa, dakwah Islam dan GP. Selanjutnya lembaga tersebut kan menjadi lembaga mantel GP.

No comments:

AddThis Feed Button