Pemberitaan yang dilakukan oleh media tentang sikap teman-teman FPI terhadap Gus Dur jelas sangat membuat kami gerah. Diskriminasi berita yang disampaikan media terhadap FPI, seperti menyudutkan umat Islam umumnya. Media menyebut tindakan yang dilakukan FPI adalah suatu yang anarkis. Sehingga mau tidak mau, ada semacam stigma masyarakat terhadap “orang-orang yang suka demo, berjenggot plus bawa-bawa Islam” adalah kelompok yang fanatik atau Islam Fundamentalis (Meskipun saya tidak setuju dengan pengelompokan Islam seperti Islam Moderat maupun Islam Fundamentalis, karena toh, itu merupakan bagian dari strategi barat menghancurkan Islam. Tetapi, saya tidak bisa menafikan bahwa propaganda-propaganda yang dilakukan oleh barat melalui media yang menjadi kaki tangannya berhasil membuat masyarakat terpengaruh)
Dalam tulisannya yang berjudul Evaluasi Gerakan Mahasiswa 1998, Imam B. Prasodjo mengatakan “.... mahasiswa perlu mengatur strategi baru agar aksi-aksinya tidak menimbulkan antipati publik dan tidak memancing tindak kekerasan baru”. Lalu, Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) itu mengusulkan mahasiswa perlu “banting stir”, menyusun agenda “gerakan tanpa kekerasan” (non-violence action) secara sistematis. Gerakan tanpa kekerasan tersebut bukanlah gerakan yang pasif menghadapi kekuatan superordinat, tetapi sebaliknya menuntut sikap aktif, kreatif bahkan militan (tak mudah menyerah) dalam menuntut terjadinya perubahan mendasar.
Sasaran dari gerakan ini adalah :
1. Menggugah kesadaran (eopscience) pihak superordinat dengan cara mengekspos secara simbolis segala ulah ketidakjujuran, arogansi dan kesewenang-wenangan, sambil tetap konsisten menghindarkan diri dari segala bentuk kekerasan ataupun provokasi yang diterima.
2. Memberi dukungan kepada setiap elemen dalam kekuasaan yang memiliki potensi untuk berpihak pada rasa keadilan (sense of justice), ataupun elemen yang dapat mendorong terjadinya perubahan ke arah yang positif.
harus diakui pemikiran gerakan mahasiswa saat ini semakin berkembang seiring berjalannya waktu dan banyaknya evaluasi yang didapat dari gerakan-gerakan mahasiswa sebelumnya. Oleh karena itu, bisa jadi, gerakan tanpa kekerasan yang diterapkan di KAMDA Bandung lebih efektif dan efisien dalam menyuarakan suaranya. Terkait dengan itu Paul Schumaker menyebutkan beberapa tolak ukur keberhasilan atau kegagalan gerakan mahasiswa :
1. Respons akses (access responsiveness), yakni kesetiaan pihak sasaran mendengar tuntutan-tuntutan yang diperjuangkan gerakan.
2. Responsi agenda (agenda responsiveness), yakni kesediaan pihak sasaran menempatkan tuntutan gerakan menjadi agenda politiknya.
3. Respon kebijakan (policy responsiveness), yakni kesetiaan pihak sasaran mengadopsi tuntutan gerakan menjadi kebijakan barunya.
4. Respons output (output responsiveness), yakni seberapa jauh kebijakan yang dilaksanakan meredakan ketidakpuasan anggota gerakan protes.
Form Pendaftaran Anggota Gema Pembebasan
Ini adalah form pendaftaran secara online. Isilah form ini, jika Anda ingin jadi anggota Gema Pembebasan di Universitas Negeri Malang (UM). Bergabunglah bersama kami, wahai mahasiswa UM. Bersama kita tingkatkan kualitas dan kuantitas insan muslim yang sebenarnya.
Yahoo! News: World News
Media Indonesia
Voice of New Generation
Syariah
Monday, December 18, 2006
POIN-POIN PENTING PERGERAKAN MAHASISWA
Label:
Politik Mahasiswa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment