Menurut Syariat Islam, menampilkan wajah koruptur hanyalah salah satu bentuk hukuman. Pejabat yang melakukan kecurangan baik korupsi, suap, memperoleh komisi, hadiah manipulasi, penipuan, penggelapan dan sejenisnya masuk dalam perkara ta'zir, yang bentuk hukumannya diserahkan kepada ijtihad hakim (qodhi).
Sebagai perkara ta'zir, bentuk hukumannya bisa bermacam-macam, tergantung berat-ringannya perkara. Hukuman bisa berupa publikasi kecurangan (tasyhir), celaan (tawbih), peringatan, penyitaan harta kekayaan, pengasingan, penjara, cambuk, hingga hukuman mati. Pilihan hukuman mati bisa dilakukan kalau kecurangan yang dilakukan telah terbukti merusak masyarakat luas dan menyebabkan negara bangkrut.
Sebelum itu, ada upaya preventif berupa pengaturan yang jelas untuk mencegah peluang kecurangan. Antara lain, Khilafah menjamin kebutuhan pokok dan penting bagi para pejabat negara demi kelancaran tugasnya. Disamping gaji yang cukup, negara juga menyediakan perumahan, pelayanan, kendaraan, dan kalau perlu istri. Di masa Khilafah, gaji pejabat negara ada yang mencapai 300 dinar (1.275 gram emas atau setara sekitar Rp 127.500.000) . Artinya tak ada alasan bagi para pejabat negara untuk korupsi dengan alasan kebutuhan hidup.
Islam juga menutup celah korupsi dengan aturan tegas seperti larangan suap, memberikan hadiah kepada penguasa atau pejabat, termasuk menggunakan kekuasaan untuk mendapat harta atau menekan rakyat. Berkaitan dengan masalah suap Rasulullah dengan tegas mengatakan, “Laknat Allah bagi para penyuap dan yang disuap.” Pejabat juga diharamkan menerima hadiah. Nabi menegaskan bahwa hadiah kepada penguasa adalah ghulul (perbuatan curang).
Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hamid As Sa'idiy, menyebutkan, Rasulullah pernah memecat pejabat pengumpul zakat dari kafilah bani Sulaim bernama Ibnul Attabiyah gara-gara menerima hadiah.
"Hadiah yang diberikan kepada pejabat menjadi milik negara," kata Dosen Ilmu Hadits Institut Ilmu Qur'an, KH Ali Mustafa Yaqub. Tentu untuk pembuktiannya dilakukan pemeriksaan dulu.
Ketika Umar bin Khattab menjadi Khalifah, ia membuat kebijakan yang mengharuskan setiap pejabat publik mendata kekayaannya sebelum maupun setelah menjabat. Jika ditemukan harta yang tidak jelas asal usulnya harta itu akan dirampas oleh negara dan diberikan kepada Baitul Mal untuk kepentingan rakyat.
Penerapan kebijakan perhitungan harta pejabat secara terbuka itu tercantum dalam kitab Tarikhul Khulafa' (Sejarah Para Kepala Negara) halaman 132, karya Imam Jalaluddin As Suyuthi. Dalam kitab itu diriwayatkan bahwa Umar memerintahkan pencatatan kekayaan para Gubernur, termasuk Sa'ad bin Abi Waqqash. Hal itu dilakukan karena penguasa berpeluang mendapatkan rezki yang lebih dari semestinya.
Di akhir masa jabatan, jika tidak terbukti KKN, harta mantan pejabat yang melebihi kewajaran dibagi dua. Separuh diambil negara dan separuh dikembalikan. “Tapi jika ditemukan unsur KKN, seluruh harta disita,” kata Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam, Ustadz Muhammad Al Khaththat. Hal itu diterapkan Umar saat menyita uang dan barang Abu Sufyan yang dibawa sepulang mengunjungi anaknya, Mu'awiyah, yang menjadi Gubernur di Syam. Harta itu lalu diserahkan ke baitul mal (perbendaharaan negara).
Mitra kolusi pejabat pun mendapat perlakuan yang sama. Dalam kitab Syahidul Mihrab halaman 284, diriwayatkan bahwa ketika Abu Bakrah disita separuh hartanya oleh Umar, ia mencoba membantah. “Aku tidak bekerja pada anda (negara),” ujarnya. “Ya, tapi saudaramu pengurus baitul mal, dan ia meminjamkan uang baitul mal hasil garapan tanah Ubullah (tempat di Basrah, Iraq) padamu untuk berdagang,” kata Khalifah Umar tegas.
Islam makin kokoh memberantas korupsi dengan menanamkan keteladan para pemimpin negara. Qatadah menceritakan kesederhanaan Umar yang sering memakai jubah wol yang banyak tambalannya. Umar juga pernah menolak makanan yang dikirim Gubernur Azerbaijan ketika tahu bahwa itu makanan terbaik yang tidak biasa dimakan rakyat.
Hidup Mulia takkan pernah tercapai, tanpa berjuang di jalan Allah,Rasa Bahagia kan terwujud, ketika diri hidup di bawah Quran dan Sunnah.....Sejahtera lahir dan batin kan terbukti, ketika Khilafah tlah berdiri.ALLAHU AKBAR......"Tiada Kemuliaan Tanpa Islam, Tiapa Islam Tanpa Syariat, Tiada Syariat Tanpa Daulah Khilafah"
Form Pendaftaran Anggota Gema Pembebasan
Ini adalah form pendaftaran secara online. Isilah form ini, jika Anda ingin jadi anggota Gema Pembebasan di Universitas Negeri Malang (UM). Bergabunglah bersama kami, wahai mahasiswa UM. Bersama kita tingkatkan kualitas dan kuantitas insan muslim yang sebenarnya.
Yahoo! News: World News
Media Indonesia
Voice of New Generation
Syariah
Saturday, May 5, 2007
Resep Umar Berantas KKN
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment